Entah telah berapa lama, tapi rasanya bagitu lama kita menjauh,  entah aku atau kamu. Surat ini sedikit bukti betapa aku merindukanmu.
Sedikit berjalan ke masa lalu. Kala itu mulut jahilku tak sengaja  membuat hatimu terluka, ia mengikuti sang ego untuk berkata buruk kepada  dirimu, namun yang benar adalah secara tak langsung aku mengatakan  bahwa diriku ini pengecut. Logikaku tak mau disalahkan, egoku menolak  direndahkan, namun hatiku mengakui telah dikalahkan.
Seluruh  bagian diriku telah memilihmu. Beribu bunga membuatku jatuh hati, tapi  hanya kamu yang tak ingin kulepaskan. Berjuta bayangan tentangmu di masa  depan, tumbuh bersama hingga ke keabadian. Indah, bahagia, cerita  sempurna yang tak ada akhirnya. Engkau yang pertama kali kulihat saat  aku terbangun, engkau yang selalu kuingat saat aku terjaga, dan  mengecupmu adalah hal terakhir yang kulakukan sebelum tidur sembari  berdo’a dan mendo’akanmu. Teringat pula candaku akan mencubit hidungmu  ketika kamu marah, dan akan memelukmu ketika kamu cemberut. Kugoda  dirimu yang telah lelah seharian mengurus rumah dan anak-anak kita yang  bandel dan lucu.
|  | 
| Surat Cinta | 
Pikirku Tuhan lebih dekat ketika bersamamu,  dunia akan tunduk, syurga pasti didapatkan. Namun aku hilang arah,  keinginan membuatku lupa tujuan, cinta hanya cerita, ego berkuasa. Aku  yang enggan untuk meminta, aku yang malu untuk menuntut, dibakar dan  dimakan hawa nafsu. Cinta runtuh untuk cerita, kehormatan hilang oleh  kebodohan.
Harusnya aku tahu, engkau punya hak atas dirimu.  Pilihanmu tak bisa aku batasi, hidupmu tak bisa aku miliki, aturanmu  haruslah aku hormati.
Kemudian aku lupa posisi Tuhan. Karena ego,  engkau yang aku tuhankan. Kurendahkan diriku untuk mengambil  kesempatanku kembali. Namun engkau tetap pergi, tak mengharapkanku ada  untukmu lagi.
Batu lain lebih indah bagimu, ialah sang permata  yang kuat, menarik, berkilau, telah bertahan ditempa berbagai api  kehidupan. Indah memang, melihat sang bunga bersanding dengan permata.  Aku hanyalah batu yang lapuk menjadi tanah, namun berharap memberikan  kehidupan yang indah bagimu. Tak terlihat istimewa, tak terlihat  berharga, tak ada kilaunya. Memang memenuhi kebutuhanmu, tapi entah  bagaimana dengan keinginanmu. Hanya karena aku terpapar cahaya matahari,  hanya karena aku rajin menyiram diriku dengan air, hanya karena diriku  gembur dan subur, aku pikir aku lebih baik dari batu-batu lainnya, aku  pikir aku pantas untuk dirimu, padahal aku tetap tak lebih menarik dari  permata. Ah, mau bagaimana lagi, diriku jarang sekali memperhatikan  penampilan.
Tapi Tuhan telah menciptakanku. Dan tak ada hal yang  terjadi tanpa tujuan, tanpa manfaat, dan tanpa alasan. Perasaanku  padamu, pengalamanku denganmu, dan seluruh sisa kehidupanku, ada  karena-Nya. Semuanya berharga, bernilai, dan wajib untuk disyukuri. Aku  harus kembali ke jalan-Nya. Apa yang masa depan tawarkan selalu lebih  baik dari apa yang masa lalu ambil dari kita.
Rasa dan asa itu  masih ada, impian dan harapan tetap terawat di dalam dada. Namun  kehidupan ini menuntut harus dihidupkan, masa kelam tak selayaknya  membuat diriku terus tenggelam. Merelakan mungkin satu-satunya pilihan,  karena hatiku tak mengenal kata melupakan.
Karena Allah aku  mengharapkanmu, karena Allah aku memperjuangkanmu, karena Allah pula aku  akan berusaha merelakanmu. Semoga selalu bahagia dan sejahtera  selamanya, cintA 

 
 
 
 
 
 
 
 

0 comments:
Post a Comment